Istanagaruda.id- Resmi sudah pemerintah baru Indonesia, Prabowo-Gibran menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semula 11% menjadi 12% pada tahun 2025. PPN naik 12 persen ini sebelumnya sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam suatu rapat.
Kebijakan kenaikan PPN ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dan pada tanggal 16 Desember baru saja disahkan oleh Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan turut hadir juga Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kenapa PPN Naik 12 Persen?
Tentu saja hal yang paling tampak atas pemberlakuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan penerimaan negara. PPN merupakan salah satu sumber utama penerimaan pajak.
Dengan kenaikan tarif, pemerintah Indonesia berharap bisa meningkatkan pendapatan untuk mendanai berbagai program pembangunan, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Selain itu, menurut pemerintah kebijakan ini dapat memberikan stabilitas fiskal dan mengurangi risiko fiskal di masa depan. Sebab di sisi lain,negara Indonesia masih sangat bergantung pada utang luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Namun begitu, tidak semua barang dan jasa dikenakan PPN naik 12 persen, menurut pemerintah hanya barang berstatus mewah dan premium saja yang akan dikenakan pertambahan pajak.
Barang-barang pokok seperti sembako, layanan kesehatan pemerintah, layanan transportasi pemerintah tidak mendapatkan kenaikan tarif.
Dampak PPN Naik 12 Persen
Dampak yang cukup signifikan dari PPN naik 12 persen adalah turunnya daya beli masyarakat, walaupun klaim ini tidak dibenarkan oleh Menteri Keuangan RI, menurutnya kenaikan PPN hanya menambah sedikit biaya saja, namun tidak sampai menurunkan daya beli masyarakat.
Namun mengutip data dari Center of Economic and Law Studies (Celios) memproyeksikan akan terjadi tambahan pengeluaran, baik kelompok miskin dan kelompok kelas menengah. Kelompok miskin diperkirakan akan menambah pengeluaran mereka sampai Rp. 101.880/bulan, sedangkan untuk kelas menengah Rp. 354.293/bulan.
Pengeluaran di atas terbilang cukup besar, mengingat pendapatan masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia juga tidak ikutan naik. Ini yang menjadi salah satu pokok bahasan yang masih dipermasalahkan oleh beberapa kelompok masyarakat.
Barang dan jasa yang dikenakan PPN akan menjadi lebih mahal, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Sebab, ketimbang menaikkan PPN naik 12 persen, masih banyak opsi lainnya yang masih bisa diambil sebagai alternatif dari penarikan PPN 12 persen. Seperti pengesahan RUU Perampasan Aset, optimalisasi pajak orang kaya di Indonesia, dan pajak dari sektor ekstraktif yang kerapkali justru luput dari pengawasan negara.
PPN naik 12 persen adalah kebijakan strategis untuk memperkuat penerimaan negara dan menjaga stabilitas fiskal jangka panjang.
Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada cara pemerintah mengelola dampaknya terhadap masyarakat, terutama kelompok rentan, serta bagaimana hasil penerimaan tersebut digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan publik.
Leave a comment