Istanagaruda.id- Pidato Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto jadi kontroversi. Pernyataannya mengenai kebun sawit tidak menyebabkan deforestasi, bagi sebagian pihak-termasuk aktivis lingkungan, disinyalir sebagai bentuk restu perusakan hutan.
Kebun Sawit tidak Menyebabkan Deforestasi
Dilansir dari BBC, Prabowo menuturkan jika tidak perlu takut terkait isu deforestasi di Indonesia. “Enggak usah takut apa itu katanya membahayakan, deforestation, namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan?” tutur Prabowo.
Selain itu, selain mengklaim bahwa kebun sawit tidak menyebabkan deforestasi, ia juga berpendapat bahwa selayaknya pohon-pohon lainnya, sawit juga menyerap karbondioksida untuk berfotosintesis.
“Benar enggak, kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan? Dia menyerap karbondioksida. Dari mana kok kita dituduh yang boten-boten saja itu orang-orang itu,” sambungnya.
Ketimbang pohon yang ada di kawasan hutan lindung, pohon sawit sangat jauh dalam penyerapan karbondioksida. Selain itu, mengubah hutan menjadi perkebunan juga menyebabkan populasi satwa terganggu dan terancam kehilangan tempat tinggal.
Tak lupa, Presiden terpilih tersebut juga berpesan agar para pemimpin daerah dan aparat keamanan untuk senantiasa menjaga aset negara (kebun sawit) tersebut.
Rencana Kementerian Kehutanan Membabat 20 Juta Hektare Hutan Menjadi Lahan Pangan
Tak ketinggalan, isu ekologi di Indonesia agaknya sedang menghadapi 2 hal yang menjadi perbincangan.
Pertama tentang “tidak usah takut deforestasi” dalam penanaman kebun sawit, dan kedua tentang rencana Kementerian Kehutanan untuk mengalihfungsikan 20 juta hektare hutan menjadi lahan pangan dan energi.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Raja Juli Antoni saat rapat Swasembada Pangan. Konsep ini menjadi langkah dukungan Menteri Kehutanan terhadap Kementerian Pertanian dan ESDM yang bergerak merealisasikan food estate.
Melansir dari Tempo, Peneliti The Indonesian Institute Christina Clarissa Intania menilai jika rencana pembukaan 20 juta hektare lahan hutan tersebut tidak hanya mengancam kelestarian alam, tetapi juga keberlanjutan hidup masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan.
Tentu di kemudian hari kebijakan yang inklusif dan menghormati hak-hak masyarakat adat dinilai akan memperkuat keberagaman dan keadilan sosial, serta menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam.
Kebijakan Kontroversi
Baik pernyataan Prabowo (kebun sawit tidak menyebabkan deforestasi) maupun Raja Juli Antoni, keduanya-bagi para aktivis dan pengamat lingkungan dianggap sebagai restu untuk perusakan lingkungan.
Sebab di tengah krisis iklim yang sedang melanda, Indonesia justru kembali membalak hutan untuk kepentingan pangan yang di era sebelumnya (Joko Widodo) belum berhasil.
Pihak yang mengklaim bahwa kebun sawit tidak menyebabkan deforestasi mungkin tidak sepenuhnya salah, hanya saja kurang tepat.
Selain pernyataan kebun sawit tidak menyebabkan deforestasi, pembukaan lahan di Indonesia kerapkali meninggalkan sengketa lahan dengan masyarakat adat.
Rencana ini juga mendapat sorotan tajam dari organisasi lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Mereka khawatir bahwa pembukaan lahan hutan dalam skala besar akan mempercepat deforestasi, meningkatkan emisi karbon, dan mengancam keberlanjutan ekosistem serta kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada hutan.
Tentu kebutuhan pertumbuhan pembangunan tidak bisa dikesampingkan, namun ada baiknya jika terdapat keseimbangan antara kepentingan pembangunan ekonomi dan dampak lingkungan yang dihasilkan.
Sebab, kembali lagi, yang terkena dampak langsung dari kebijakan ini adalah masyarakat lokal dan adat yang telah lama menghuni di daerah tersebut. Tak lupa, habitat satwa juga perlu dipertimbangkan untuk keberlanjutan hidup mereka.
Pemerintah harus bisa mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut dan mencari solusi yang berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam.
Leave a comment